Selasa, 05 Juni 2012

perbedaan asyariyah dengan mu'tazilah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Aliran Ahlusunnah Wal Jamaah didirikan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari  (lahir di basrah 873M-935M di baghdad) dan Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud  Al-Maturidi (lahir di samarkhand ........-944M). Maka aliran ahlu sunnah wal jamaah disebut juga aliran asy’ariyah dan aliran maturidiyah, dan sekarang banyak di sebut dengan golongan sunni yang artinya yaitu aliran ahlu sunnah wal jama’ah.
Al-asy’ari dulu adalah penganut aliran mu’tazilah dan beliau telah selama 40 tahun dia mengikutinya, al-asy’ari kemudian memutuskan untuk keluar karena berbeda paham dengannya. Dan didasarkan atas mimpinya  bertemu dengan nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa mazhab ahli hadist-lah yang benar dan mazhab aliran mu’tazilah yang salah. dan atas ketidak puasan dengan mu’tazilah. Maka, al-Asy’ari memutuskan untuk keluar dari aliran mu’tazilah.
Sama dengan aliran al-asy-ariyah. ajaran aliran al-maturidiyah yang menolak ajaran aliran mu’tazilah tentang al-salah wa al-aslah dan masalah al-quran sebagai al-kalam, tetapi di samping itu aliran al-maturidiyah sependapat dengan aliran mu’tazilah dalam bidang al-wa’ad wa al-wa’id dan anthropromorphisme.[1] Namun kesamaanya sangatlah minim karena aliran maaturidiyah juga sebagiannya besarnya mengikuti aliran al-asyariyah.

B.     Rumusan Masalah

a.    Pengertian ahlu sunnah wal jamaahdan sejarah munculnya ahlu sunnah wal jamaah .
b.    Mengetahui macam-macam aliran-aliran ahlu sunnah wal jamaah  .
c.    Perbedaan aliran ahlu sunnah wal jamaah dengan aliran mu’tazilah .
Dari berbagai segi .

C.     Tujuan

a.     Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi ahlu sunnah wal jamaah .
b.    Mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri aliran-aliran ahlu sunnah wal jamaah.
c.     Mahasiswa dapat mengetahui aliran-aliran ahlu sunnah wal jamaah.
d.    Mahasiswa mengetahui perbedaan aliran mu’tazilah dengan aliran ahlu sunnan wal jamaah.









BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi ahlu sunnah wal jamaah

a.      Pengertian as-sunnah secara bahasa (etimologi)
As-sunnah  secara bahasa berasal dari kata : “sanna yasinnu” .dan  “ yasunnu sanna”, dan  ” masnun”  yaitu  yang disunnahkan. seperti sabda Rosulluloh SAW :
“sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demik sehasta .”(HR.Al-bukhori dan Muslim)
b.      Pengertian as-sunnah secara ialah (terminologi )
Yaitu petunjuk  yang telah ditempuh oleh rasulluloh SAW  dan para sahabatanya baik berkenaan dengan ilmu. aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. as-ssunah  juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan ibadah dan aqidah .
 Nabi bersabda ,” sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kalian setelahku ,maka akan melihat perselisihan yang banyak .mak hendaknya kalian berpegang teguh  pada sunnah ku dan sunnah para khulafa ur-rasyiddin  dimana mereka itu telah mendapatkan hidayah .” (shahih sunan abi daud oleh syaikh al-bani ).
a.      Pengertian jamaah secara bahasa (etimologi)
Jamaah diambil dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu ,dengan mendekatkan sebagian dari sebagian yang lain .
Jama’ah adalah sekrlompok orang banyak dan dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan . dan sepakat dalam suatu masalah.
b.      Pengertian jamaah secara istilah (terminologi )
Jamaah yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong. Dan Allah melarang mereka dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan.
Allah SAW berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama)Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103)
Dia berfirman pula,
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (Ali Imran: 105). 
Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Secara Ringkas
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak keluar dari definisi Salaf. Dan sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf  ialah mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang teguh dengan As-Sunnah. Jadi Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Nabi SAW. Dan ahlus sunnah adalah Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka.
Inilah pengertian yang lebih khusus  dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan orang-orang yang mengikuti keinginan nafsunya, seperti  Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya dari ahli bid'ah yang meniru jalan mereka.
Maka sunnah adalah lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata firqah (gologan). Itulah yang dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban berjama'ah dan larangan bercerai-berai.
Inilah yang dimaksudkan oleh "Turjumanul Qur-an (juru bicara al-Qur-an)" yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala, "Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula maka yang hitam muram". (Ali Imran: 106).

Beliau berkata, "Muka yang putih berseri adalah muka Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan muka yang hitam muram adalah muka ahlil bid'ah dan furqah (perselisihan)." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz I hal. 390 (QS. Ali Imran: 106). [2]
B.   Macam-macam aliran ahlu sunnah wal jamaah
Ahlus Sunnah Wal Jamah dikodifikasikan dengan lebih jelas oleh Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya Al Farq Bain Al Firaq (perbedaan diantara aliran-aliran), beliau merumuskan ada delapan kelompok yang termasuk golongan Ahlus Sunnah Wal jamaah yaitu:
1.              Mutakallimin (ulama kalam/theologi) yaitu orang yang memahami secara pas masalah-masalah keesaan Tuhan, kenabian, hukum- hukum, janji dan ancaman, pahala dan ganjaran, syarat ijtihad, Imamah, dan pimpinan ummat, dengan mengikuti metodologi aliran as-Shifatiah (menetapkan sifat-sifat Tuhan) yang tidak terseret ke dalam faham antropomorfis (tasybih) dan ta’thil (meniadakan sifat-sifat Allah) serta bid’ah kaum Syi’ah, Khawarij dan sederet golongan bid’ah lainnya.
2.              Fuqaha (ulama fiqih) yaitu para Imam Mazhab Fiqh, baik dari ahlur ra’yi maupun ahlul Hadits, yang menganut aliran al-Shifatiah (menerima sifat-sifat Allah) dalam masalah teologi menyangkut Tuhan dan sifat-sifat yang azali, membersihkan diri dari faham Qadariah dan Mu’tazilah. Menetapkan adanya ru’yah (melihat Tuhan di hari kemudian), kebangkitan, pertanyaan kubur, telaga, jembatan, syafa’at dan pengampunan dosa selain syirik serta menetapkan kekekalan nikmat bagi ahli sorga dan kekelan siksa terhadap orang-orang kafir dalam neraka. Disamping itu, ia mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, dan tetap menghormati Salaf, menetapkan wajibnya shalat Jum’at di belakang para Imam yang tidak terkena bid’ah dan wajibnya menetapkan hukum dari Qur’an, hadits dan Ijma’. Dan mengatakan sahnya menyapu dua khuf (sejenis sepatu), jatuhnya thalaq tiga,  mengharamkan mut’ah, dan memandang wajib mentaati seorang pemimpin selama bukan maksiat.
3.              Muhaditsin (ulama hadis) yaitu mereka yang ahli dalam melacak jalur-jalur Hadits dan Atsar dari Nabi, mampu membedakan antara yang shahih dan tidak, menguasai al-Jahr wat-Ta’dil (sebab-sebab kebaikan dan kelemahan seorang perawi Hadits) dan tidak terlibat dalam perilaku bid’ah yang sesat.
4.              Ahlul Lughot (ulama bahasa Arab) yaitu mereka yang ahli di bidang kesusasteraan, Nahwu Sharaf, dan mengikuti jejak pakar bahasa semisal al-Khalil, Abu Amr bin Al ‘Ala, Sibawaihi, al-Farra’, al-Akhfasy, al-Ashma’i, al-Muzany, Abu Ubaid dan sederet tokoh-tokoh lainnya dari Kufah dan Bashrah, yang tidak tercampur ilmunya dengan bid’ah kaum Qadariah atau Rafidah atau Khawarij.
5.              Mufassirin (ulama tafsir) yaitu mereka yang mengetahui aneka ragam qira’at Qur’an dan orientasi penafsirannya dan pena’wilannya sesuai dengan aliran Ahlussunnah waljama’ah tanpa terpengaruh kepada pena’wilan para pengikut hawa nafsu yang sesat.
6.              Mutasawwifin (ulama tasawuf) yaitu para Zuhad Sufi yang giat beramal dengan tulus ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwasanya baik pendengaran, penglihatan dan hati semuanya dipertanggungjawabkan di depan sang Khaliq yang takkan bisa lalai sebiji atom pun dari pandangannya. Olehnya itu, mereka giat beramal tanpa banyak bicara, konsisten dalam ketauhidan, menafikan tasybih serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
7.              Mujahidin yaitu mereka yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum Muslimin untuk menjaga kemanan negara dari serangan musuh, menjaga kehormatan umat Islam baik materil maupun moril dengan berupaya menumbuhkan di pos-pos pertahanan mereka aliran Ahlussunnah waljama’ah.
8.              Semua orang di semua negara yang di dalamnya dikuasai oleh syi’ar Ahlussunnah wal jama’ah dan yang mengikuti ketujuh kelompok diatas.[3]

C.   Perbedaan ahlu sunnah wal jamaah dengan aliran mu’tazilah[4].

1.      Pelaku Dosa Besar
Aliran mu’tazilah
Pada aliran mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti pada bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan “al-manzilah bain al-manzilatun “. Setiap pelaku pelaku dosa besar, menurut mu’tazilah,berada diposisi tengah antara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan dalam neeraka selama-lamanya. Namun siksanya lebih ringan daripada siksa orang kafir. Jadi, menurut mu’tazilah yang dimaksud dengan dosa besar adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas, sedangakan dosa kecil adalah sebaliknya.
                   Aliran asy’riyah (ahlu sunnah wal jamaah)
Dosa besar menurut aliran asy’ariyah adalah pelaku dosa besar tatap masih tetap sebagai beriman, akan tetapi apabila ia beranggapan bahwa dosa ini diperbolahkan (halal) dan tidak diharamkan maka ia dipandang kafir. Adapun balasan di akhirat kelak apabila ia meninggal tidak sempat bertaubat maka, hal itu diserahkan kepada kebijakan tuhan YME dan mendapatkan syfa’at Nabi SAW, sehingga terbebaskan dari siksaan neraka atau kebalikannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang kafir lainnya. Dan bisa masuk surga.
2.      Iman dan kufur
                   Aliran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah saru unsur terpenting dalam konsep iman. Karena itu merupakan salah satu dari pancasila mu’tazilah (alwa’ad wa al wa’id) dan ma’rifah (pengetahuan dan akal) dalam masalah fluktuasi iman, yang merupakan persoalan teologi yaitu iman seseorang dapat berkurang dan bertambah tergantung pada amal ibadahnya.
                   Aliran asy’ariyah (ahlu sunnah wal jamaah)
Aliran asy’ariyah mendefinisikan iman dalam berbagai macam. Iman adalah qawl dan amal dan dapat bertambah dan berkurang.[5] Dalam al-luma iman dartikan sebagai tashdiq  bi Alloh. Jadi, bagi asyariyah dan juga al-asari sendiri iman hanyalah tashdiq yang juga dieksprsikan dalam bentuk syahadatain.
3.      Perbuatan Tuhan  
Aliran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya sebatas pada hal-hal yang baik. Namun , ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk karena  Tuhan mengetahui keburukannya. didalam al-quran pun dijelaskan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. [6]
Tentang keadilan tuhan, mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Taitu berbuat baik terhadap manusia.[7] Macam-macam faham kewajiban allah:
a.       kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia (taklif ma la yutaq ) .[8]
b.      kewajiban mengirimkan rasul
c.       kewajiban menepati janji (al-wa’ad) dan ancaman (al-wa’id)
                   Aliran asy’ariyah  (ahlu sunnah wal jamaah)
Ulama’ al-ghazali mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik kepada manusia. Perbuatan-perbuatan tuhan bersifat (ja’iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib. Dengan demikian tuihan dapat maha berkehendak terhadap makhukNya. 
Karena percaya oada kekuasaan mutlak Tuhan. Maka, al-asyari mengatakan dalam al-luma, bahwasannya tuhan dapat meletakkan beban yang tidak dapat dipikul oleh manusia.  Al-ghazali pun mengatakan hal ini dalam kitab al-istisad.[9]
Aliran asyariah memaklumi bahwa pengiriman rasul-rasul mempunyai arti penting, karena mereka banyak bergantung pada wahyu untuk mengetahui  tuhan dan alam ghaib. Bahkan juga untuk mengetahui hal-hal yang bersangkutan dengan hidup didunia. Namun, semuanya dikembalikan pada  kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Apabila Tuhan menghendaki meanusai hidup dalam kekacauan. Tuhan dalam hal ini tidak berbuat untuk kepentingan manusia.
Tentang kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam al-quran dan al-hadis, alasyariah berpendapat bahwa, keinterpretasian semua lafadz yang berati siapa diartikan sebagai sebagian orang bukan keseluruhan. Dengan kata lain yang diancam itu bukanlah semua orang tetapio sebagian orang . adapun sebagiannya akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak Alloh.
4.   Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula pada pembahasan aliran jabariyah dan aliran qodariyah akar dari permasalahan ini  adalah keyakinan Tuhan adalh pencipta alam semesta termasuk didalamnya manusia sendiri. Tuhan berifat Maha kuasa dan Mha berkehendak. Timbullah pertanyaan sampai dimana manusia bergantung pada Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?.
                   Aliran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Olleh karena itu, manusialah yang menciptakn perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat baik dan buruk. Ketaatan dan kepatuhannya adalah kehendak dan kemauannya sendiri, daya(al-istitha’ah) untuk mewujudkan kehendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya [erbuatan . meskipun berpendapat bahwa Alloh tidak menciptakan perbuatan dan tidak pula menentukannya, kalangan mu’tazilah tidak memungkiri adanya ilmu azali Allah yang mengetahui segala apa yang akan terjadi dan diperbuat manusia.[10] untuk membela pendapatnya aliran mu’tazilah mengngkapkan ayat  
Ï%©!$# z`|¡ômr& ¨@ä. >äóÓx« ¼çms)n=yz ( r&yt/ur t,ù=yz Ç`»|¡SM}$# `ÏB &ûüÏÛ ÇÐÈ  
 yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. (QS.As-sajdah :7)
dalil ini mempertegaz bahwa perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena diantara perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat . dan juga akan ada balasan bagi perbuatan tersebut .
disamping argumentasi tersebut aliran mu’tazilah mengemukakan argumentasi rasional berikut :
a.    Kalau Allah menciptakan perbuatan manusia, sedangkan manuisia sendiri tidak mempunyai perbuatan, batallah taklif syar’i. hal inilah karena syariat adalh ungkapan perintah dan larangan yang merupakan thalab . pemenuhan thalab  tidak terlepas dari kemampuan , kebebasan dan pilihan.
b.    Kalau manusia tidak bebas melakukan perb uatannya runtuhlah teori pahala dan hukumnan yang muncul dari konsep faham al-wa’id  wa al-wara’ . hal ini karena perbuatan manusia disandarkan kepadaNya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pada pujian dan celaan.
c.    Kalu manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengtusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi kebebaan pilihan.
Konsekuensi lain dari faham diatas, adalah bahwa manusia mempunyai penentuan dalam ajal karena ajal itu ada dua macam : 1. Al ajal ath thabi’i. (ajal mutlak karena kuasa Alloh ) 2. Ajal manusia ( ajal karena ulah manusia ) contoh : bunuh diri, membunuh dan ajal yang dipercepat dan diperlambat.
                   Aliran asyariyah
Dalam faham asyari dikenal teori alkasb  (perolehan) yaitu segala sesuatu yang terjadi dengan perantaraaan daya yang diciptakan, sehingga menjadi peolehan bagi muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan perbuatan . sebagai konsekuensi nya ,manusia kehilangan daya dalam perbuatannya .
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ  
 Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(QS. As-saffat:96)
Ayat ini mengandung arti bahwa yang membuat kasb dan perbuatan manusia adalah Allah .pada prinsipnya, aliran asyariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia dan daya manusia adalah ciptaan Allah . dengan demikian kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan daya manusia yang baru.
5.   Sifat-sifat tuhan
Perbedaan ini dipicu oleh truth claim yang  dibangun atas dasar kerangka pikiran masing-masing dan klaim menauhidakan Allah. dan juga pada cabang-cabang sifat-sifat Allah., seperti “antroposmorphisme” melihat tuhan, dan esensinya al-quran .
                   Aliran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Tuhan bersifata negative .Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, kekuasaan.hajat, dsb.[11] Secara sifat-Nya. Artinya “Tuhan mengetahui pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri”.
Aliran memberikan daya yang besar kepada akal bahwa tuhan tidak mempunyai sefat-sifat jasmani.oleh sebab itu mu’tazilah menafsirkan ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa Tuhan bersifat jasmani secara metaformosis.
Selanjutnya mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan bersifat immateri (ghaib). 1. Tuhan tidak mengambil tampat sehingga tidak dapat dilihat 2. Bila tuhan dapat dillihat maka Tuhan dapat tampak didunia ini, sedangkan kenyataanya belum ada yang melihatnya .
Mengenai hakkat al-quran, aliran mu’tazilah berpendapat bahwa al-quran adalah makhluk sehimgga tidak kekal,
                   Aliran asyariyah
Aliran asyariyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan sifat-sifat Allah itu unik karena tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Sifat-sifat Alllah berbeda dengan allah sendiri, tetapi –sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensi-Nya. Atau tidak berbeda. Al-bagdadi melihat adanya consensus dikalangan kaun asyariyah bahwa daya, pengetahuan, hayaat, ke-mauan, pendengaran, penglihatan, dan sabdaNya adalah kekal .
Alasyariyah menolak bahwa Allah itu mempunyai sifat-sifat jasmani. Namun ayat-ayat alquran menggambarkan sifat-sifat tersebut tidak boleh ditakwilkan dan diterima secara harfiahnya saja, namun semua itu dikatakan layukayyaf wala yuhadd( tanpa di ketahui bagaimana cara dan batsnya) .
Selanjutnya aliran asyariyah berpendapat bahwa Allah bias dilihat diakherata kelak dengan mata kepala. alasyari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang berwujud dan Allah mempunyai wujud,
Selanhutnya aliran asyariyah berpendapat bahwa alquran adalah kekal tidak diciptakan. Asyari berpegang teguh bahwa alquran bukanlah makhluk, sebab segala sesuatu terecipta, setelah Allah berfirman “kun”, maka jadilah sesuatu pun terjadi. Dalilnya :
(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS. Al-mukmin: 16)
6.   Kehendak mutlak Tuhan dan keadilan tuhan
Perbedaan ini dikarenakan pendapat mengenai keberadaan tuhan sebagai pencipta alam semesta . sebagai pencipta tuhan seharusnya mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segal aspek yang ada itu. Ia adalh eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan tak terbatas. Inilah makna yang dianut oleh aliran-aliran kalam dalam memahami tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. 
                   Aliran mu’tazilah
Aliraan mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan itu adil dan tidak mungakin memaksakan kehendakNya kepada hambanya kemudian mengharuskan hambaNya itu untuk menanggung akibat dari perbuatanNya. [12] dengan demikian manusia mempunyai kebeasan untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan. Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggng jawab atas segal perbuatannya. Tidaklah adail jika tuhan membereikan pahal atau siksaan kepada hambaNya tanpa memberikan kebebasan .
Secara lebih jelas bahwa aliran mu’tazilah berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan tidak mutlak . karena adanya kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum dan alam “sunnatulloh” yang tidak pernah berubah.
Keadilan Tuhan merupakan titik tolak dalam pemikiranmya tentang kehendak mutlak Tuhan. Keadailan Tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatan-perbuatanNya, yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik terehadap manusia dan memberikan kebebasan ke padanya .adapun kehendak mutlaknya dibatssi dengan keadilan Tuhan itu sendiri.
                   Aliran asyariayah
Aliran asyariyah bependapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak secara mutlak kepada manusia dan dapat berbuat sesuka hatiNYa. Dengan demikianm ketidakadilan difahami dalam arti Tuhan tidak dapat berkehendak sesenakNya terhadap manusia . itu berarti bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlakNya.
7.   Fungsi akal dan wahyu
Akal yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia secara potensial berupaya sedemikian rupa membangun preposisi-preposisi logis sehingga dapat membawa manusia sampai pada pengetahuan yang utuh dalam masalah ketuhanan. Sedangkan wahyu merupakan pengkhabaran, berisiskan penjelasan-penjelasan mengenai masalah Tuhan. Tetapi persoalannya adalah; sejauh mana orientasi akal dan wahyu dalam masalah teologi ?
         Dalam hal ini ada empat masalah keagamaan yang dipersoalkan yaitu: mengetahui Tuhan, mengetahui kewajiban berterima kasih pada Tuhan, mengetahui kebaikan dan kejahatan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan meninggalkan yang jahat.[13]
Aliran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa akal dapat mengetahui empat masalah tersebut denga dasar pengetahuan dapat diperoleh manusia dengan mengerahkan nalarnya, dan kewajiban- kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam. Itulah sebabnya wajib atas setiap irang yang berakal berterima kasih pada-Nya, sebagai maana juga wajib mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat sekalipun wahyu belum turun atau belum sampai kepadanya. Jika kewajiban-kewajiban itu tidak dilakukan maka ia akan mendapatkan hukuman dari Tuhan.[14]
Meskipun kaum mu’tazilah memberikan penghagaan terhadap rasio. Namun, mereka tidak sepenuhnya mendukung rasionalisme murni.mereka adalah rasionalis agama tetapi tanpa mengabaikan wahyu.
         Mereka berpendapat bahwa tidak semua pengetahuan dapat diperolah manusia dari akal dan tidak semua kewajiban dapat diketahui oleh pemikirannya. Akal tidak mampu mengetahui agaimana cara yang tepat menyembah dan memuja tuhan. Wahyulah yang menjelaskan hal ini kepada manusia. [15]
         Mu’tazilah mengakui bahwa tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui oleh akal diantara yang baik yaitu penyembelihan hewan dengan tujuan dan keperluan tertentu. Dan diantara kejahatan adalah zina. Al-qadhi Abd al-jabar mengakui bahwa kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui oleh akal hanya sebatas garis besarnya sedangakan perinciannya diketahui oleh wahyu.[16]
      Aliran Al-Asyariah
         Al-asyariyah berpendapat bahwa dari empat masalah keagamaan tersebut yang dapat diketahui oleh akal hanyalah mengenai adanya tuhan. Tiga yang lainnya (kewajiban mengenal tuhan, kebaikan dan kejahatan, kewajiban melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk) dapat diketahui melalui wahyu. [17]
         Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib, oleh karena itu akal tidak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia. Segala kewajiban ditentukan oleh wahyu.[18] maka, sebelum adanya wahyu, manusia tidak berkewajiban dan tidak dilarang berbuat. Juga menerima upah dan hukuman. Atas segala perbuatannya.
8.      Al-qur’an hadis atau qadim
         Al-qur’an merupakan kalam Alloh yang diturunkan melalui perantara malaikat jibril yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw sebagai pedoman umat islam.
Aliran mu’tazilah
         Al-qur’an menurut aliran mu’tazilah adalah hadis (makhluk) artinya al-quran itu diciptakan Tuhan. Menurut aliran mu’tazilah kalam (al-qur’an) adalah suara yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar .[19] maka huruf-huruf yang digambarkan oleh tinta itu baru dan suara yang diucapkan oleh sipembaca bersifat baru, semua yang bukan kekal adalah ciptaan Alloh.
         Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa yang diciptakan Tuhan adalah benda-benda yang bersifat materiil adapun al-ra’ad (akibat) adalah reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh benda itu sendiri seperti pembakaran oleh api, pemanasan oleh matahari dan lain-lain. Ini menggambarkan paham naturalism memang ada pada aliran mu’tazilah. Mereka juga berpendapat bahwa setiap benda-materi itu mempunyai naturnya masing-masing .
Aliran mu’tazilah juga berpendapat bahwa jika al-qur’an bersifat qadim maka dikhawatirkan akan membawa umat islam kepada perbuatan menyekutukan Alloh dengan al-qur’an yang bersifat qadim. Kekhawatiran ini beralasan karena mereka melihat masyaraat menaruh kepercayaan penuh kepada ahli fiqih dan ahli hadis yang menyatakan paham itu.
Aliran al-asyariyah
         Al-qur’an menurut al-asyariyah adalah qadim (kekal) al-quran merupakan wahyu Alloh swt yang telah ada sejak dahulu di alam barzah. Yang kemudian diturunkan kepada nabi melalui malaikat jibril.
Menurut aliran al-asyariyah (imam Ahmad Ibn Hanbal dan para fuqaha serta muhaddisisn) bahwa huruf-huruf dan makna-makna dalam al-qur’an merupakan manifestasi dari kata-kata Alloh.
Al-Asyari berkata dalam kitabnya, al-ibanah:
Pendapat mereka bahwa al-qur’an adalh makhluk sesungguhnnya dekat dengan pendapat musyrik yang mengatakan “ al-qur’an tidak lain merupakan perkataan manusia” mereka juga menyatakan bahwa kejahatan diciptakan oleh hamba, suatu pendapat yang serupa dengan majusi yang menetapkan adanya dua pencipta yaitu pencipta kebaikan dan pencipta kejahatan.
Kesimpulan pendapat diatas adalah aliran mu’tazilah berpendapat bahwa alqur’an adalah makhluk (hadis), dan Alloh menghendaki apa yang tidak ada dan yang tidak dikehendakiNya dapat terjadi ini sengat bertentangan dengan firman Alloh:[20]
dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At-takwir: 29)
BAB III
  PENUTUP

A.       Kesimpulan

Ø    Pengetian Ahlu sunnah wal jamaah (sunni) adalah aliran teologi islam yang mengakui al-qur’an dan al-sunnah yang di bawa oleh imam al-asy’ari dan mereka menentang aliran mu’tazilah yang menganut paham rasionalisme, dan tidak mengesahkan al-hadis.
Dengan demikian, ahlu sunnah wal jamaah (sunni) pada hakekatnya telah menjadi  aliran yang sudah di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW :  "Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga (golongan), tujuh puluh dua tempatnya di dalam Neraka dan satu tempatnya di dalam Surga, yaitu ‘al-Jama'ah." [21]

Ø         Macam-macam aliran ahlu sunnah wal jamaah
  
a.                  Mutakallimin
b.                  Fuqaha (ulama fiqih)
c.                   Muhaditsin
d.                  Ahlul Lughot
e.                  Mufassirin
f.                    Mutasawwifin
g.                  Mujahidin
h.                  Semua orang

Ø    Perbedaan-perbedaan antara ahlu sunnah wal jamaah dengan aliran mu’tazilah, yait menyangkut beberapa hal diantaranya:
a.                   Pelaku dosa besar
b.                  Iman dan kufur
c.                   Perbuatan tuhan
d.                  perbuatan manusia
e.                   sifat-sifat tuhan
f.                   kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan
g.                  akal dan wahyu

B.        Kritik dan saran

Dalam penyusunan makalah ini saya pribadi menyadari bahwa ada banyak kekurangannya. maka, saya mengharapkan kritik dari teman-teman sekalian agar supaya dalam kedepannya saya pribadi dapat lebih baik lagi dalam membuat makalah.  

Dimanapun kita beada dan kapan pun waktunya sesungguhnya ada banyak sesuatu yang dapat kita ambil hikmah nya dan dapat dibuat suatu pelajaran yang berharga, saya pribadi membrikan saran kepada teman-teman, makanya jika kita melangkah, langkah demi langkah kita harus yang sesuai dengan aturan dan didasarkan fikiran yang baik ,selain itu hati harus yang baik pula. karena dengan fikian yang baik itu kita melakukanya di tulis dengan amal yang baik pula .






Daftar Pustaka
Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1972.
Abdulloh Bin Abdul Hamid Al-Atssari, Al Wajiiz Fii Aqidatis Salafshalih (Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah ), Internet: Muslimah Or, Id, 2010.
Ahmad Faruq, Ahlu Sunnah Wal Jamaa’ah, Internet: Www.Yahoo.Com, 2009.
Imam Al-Abani, Shahih Sunan Abi Dawud, Internet: Www.Alislam.Com, 2007.
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dan Drs. Abdul Rozak,M.Ag, Ilmu Kalam , Bandung : Pustaka Setia, 2007.
Al-Asyari,  Al-Banah An Usul Ad-Diyanah, Idarah At-Tiba’ah Al-Misriiyah,
M. Yunan Yusuf, Alam Pemikiran Islam: Pemikiran Kalam, Perkasa Jakarta , 1990, Hlm 89
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran Analisa Perbandingan, UI-Press: Jakarta, 1986
Irfan Abd Al-Hamid, Dasar Dirasat Fi Al-Firaq Al-Aqaid Al-Islamiyah, Mathba ‘Ah Asa’ad, Baghdad .
Al-Asyari, Prinsip-Prisip Dasar Teologi Islam , Terjm, Rosihon Anwar Dan Ta Ufiq Rahman , Pustakasetia, Bandung,2000
Asy-Sahrastani, Al-Minal Wa An-Nahl, Dar Al-Fikr  : kairo .
Abdulrahman Shiddiq Al-Banjari, Teologi Islam Actual: Analisis Pemikiran Kalam, Diedit Oleh Muh. Nazir Karim, Dialektika Teologi Islam, Penerbit Nuansa: Bandung, 1992
Shahih Sunan Abi Dawud Oleh Imam Al-Abani
Al-Qadhi Abd Al-Jabbar, Syarh Al-Ushul Al-Khamsah, Maktabah Wahbah: Kairo 1956.
Al-Ghazali, Al-Istishad Fi Al-I’tigad, Ankara, Aneka University, 1962,
Abu Zahra, Muhammad, Aliran Politik Dan ‘Aqidah Dalam Islam (Tarikh Al-Mazahib Al-Islmaiyah), Dar Al-Fikr Al-Araby : Mesir.1996
Al-Syahrastani, Muhammad Ibn Abd Karim, Kitab Nihayat Al-Iqdam Fi-Ilm Kalam, Oxford University Press: London 1934.


[1] Harun Nasution, Teologi Islam: Jakarta , UI-Press, 1970
[2]Abdulloh Bin Abdul Hamid Al-Atssari, Al Wajiiz Fii Aqidatis Salafshalih (Ahlis Sunnah Wal Jamaa’ah )
[3]  Ahmad Faruq @Yahoo.Com
[4] Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, dan Drs. Abdul Rozak,M.Ag, Ilmu Kalam , Bandung : Pustaka Setia, 2007.
[5] Al-Asyari, Op,Cit., Hlm 293. Lihat Juga Al-Banah An Usul Ad-Diyanah, Idarah At-Tiba’ah Al-Misriiyah, Tt ., Hlm 10. Harun Nasution Menjelaskan Bahwa Paham Dalam Ahlu Sunnah Wal Jamaah, Iman Secara Esensinya Dapat Tidak Dapat Berkurang Dan Betambah. Namun, Kecuali Dalam Segi Sifatnya.   
     [6] M. Yunan Yusuf, Alam Pemikiran Islam: Pemikiran Kalam, Perkasa Jakarta , 1990, Hlm 89
[7] Dalam Istilah Bahasa Arab Berbuat Baik Dan Terbaik Manusia Disebut Al-Aslah Wa Al-Ashlah. Yang Merupakan Term Aliran Mu’tazilah
[8] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-Aliran Analisa Perbandingan, UI-Press: Jakarta, 1986.
[9] Perbuatan Manusia Pada Hakekatnya Merupakan Perbuatan Tuhan Dan Diwujudkan Dengan Daya Tuhan Bbukan Manusia. Dengan Demikian Dari Sudut Pandang Pemberian Beban Tuang Tak Dapat Dipikul Tersebut Bahwasannya Perbuatan Manusia Bbukanlah Daya Menusia Yang Terbatas, Tetapi Daya Tuhan Yang Tak Terbatas .  
[10] Irfan Abd Al-Hamid, Dasar Dirasat Fi Al-Firaq Al-Aqaid Al-Islamiyah, Mathba ‘Ah Asa’ad, Baghdad .
[11] Al-Asyari, Prinsip-Prisip Dasar Teologi Islam , Terjm, Rosihon Anwar Dan Ta Ufiq Rahman , Pustakasetia, Bandung,2000
[12] Asy-Sahrastani, Al-Minal Wa An-Nahl, Dar Al-Fikr
[13] Harun nasution, Abduh dan teologi rasional mu’tazilah, Jakarta, UI press, 1897, hal. V.
[14] Al-syarastani, Muhammad Ibn al-karim, kitab al-milal wa an-nihal, kairo, 1951. Vol 1 hal.45.
[15] Harun nasution hal, 95
[16] Al-qadhi abd al-jabbar, syarh al-ushul al-khamsah, kairo, maktabah wahbah, 1956, hal. 563.
[17] Ibid hal.101
[18] Al-ghazali, al-istishad fi al-I’tigad, Ankara, aneka university, 1962, diedit oleh Ibrahim agah, hal. 84
[19] Al-maqallat, juz I hal. 254.
[20] Aliran politik dan aqidah dalam islam, hal. 191
              [21] Shahih Sunan Abi Dawud Oleh Imam Al-Abani